DP3A Kota Kupang Sosialisasi Pemberdayaan Perempuan dan Ketahanan Keluarga


Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang menggelar sosialisasi pemberdayaan perempuan dan ketahanan keluarga. 

Kegiatan itu berlangsung 8-10 November di Kelurahan Kelapa Lima, Fatubesi dan Oebufu dengan tema “Pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan ketahanan keluarga dalam rangka pencegahan stunting tahun 2023″. 

Kepala DP3A Kota Kupang Nuri Soengkono mengatakan, dalam membangun sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing, peningkatan kualitas keluarga menjadi salah satu syarat mutlak harus diwujudkan. 

Sebagai unit sosial terkecil di masyarakat, keluarga menjadi ruang pertama dan utama, yang turut menentukan kualitas hidup tiap anggota keluarganya. 

Melalui keluarga, nilai-nilai kesetaraan gender mulai dikenalkan, untuk kemudian diinternalisasikan dalam gerak tiap anggota keluarganya baik di rumah maupun di masyarakat.

“Melalui keluarga pula, pemenuhan hak dan perlindungan anak dioptimalisasi guna mencetak generasi penerus yang unggul dan berkarakter,” kata dia, dalam keterangan tertulisnya, Senin 13 November 2023. 

Menurut data Kemen PPPA-RI dan BPS, Capaian IKK (Index Kualitas/Ketahanan Keluarga)  berdasarkan metadata, pada tahun 2020, Provinsi NTT mendapat angka terendah yaitu 64.57 dan pada Tahun 2021 Provinsi NTT mendapat angka nomor 2 terendah 67.62 setelah Provinsi Papua 65.16 dari 34 propinsi di Indonesia. 
 
Lewat pemberdayaan perempuan diharapkan dapat meningkatkan kualitas ketahanan keluarga.

Menurut dia, pemberdayaan perempuan merupakan proses penyadaran dan pembentukan kapasitas terhadap partisipasi yang lebih besar.

Arahnya, kata Nuri Soengkono,  perwujudan persamaan derajat yang lebih besar antara perempuan dan laki laki. Namun, hal ini tidak terlepas dari pemberdayaan masyarakat yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang mandiri, mampu menggali potensi yang ada di daerahnya dan membantu masyarakat untuk terbebas dari keterbelakangan.

Pemberdayaan perempuan sebagai upaya kemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumberdaya. 

Tujuannya agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri.

“Salah satu masalah yang menghambat kinerja pembangunan dan menyebabkan keterbelakangan masyarakat adalah masalah stunting,” kata dia. 

Nuri Soengkono menjelaskan, stunting merupakan masalah kesehatan yang berdampak menurunkan kualitas sumber daya manusia yang berkaitan dengan malnutrisi kronis yang terjadi pada anak. 

Terdapat dua kelompok besar yang menjadi faktor penyebab terjadinya stunting, yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung yang dimaksud adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. 

Faktor langsung ini berhubungan dengan ketahanan pangan bergizi, lingkungan sosial yang terkait dengan praktek pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap layanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan). 

Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status Kesehatan ibu dan anak. Sedangkan faktor tidak langsung berhubungan dengan berbagai faktor, antara lain kesenjangan ekonomi, pendapatan, urbanisasi, globalisasi, hingga pemberdayaan perempuan.

Masalah kesetaraan gender tersirat di dalam faktor langsung maupun tidak langsung. Stunting dapat dicegah jika kesetaraan gender terwujud. 

Kesenjangan gender dalam keluarga sering kali mempengaruhi kualitas kesehatan perempuan, tak terkecuali pada ibu hamil.

“Sebagian masyarakat masih menganggap kesehatan ibu hamil menjadi tanggung jawab perempuan, begitu pula kesehatan bayi dan pemenuhan gizi balita menjadi urusan perempuan saja,” ujarnya. 

Dalam pola pengasuhan anak, masyarakat masih banyak yang menempatkan pengasuhan anak hanya pada perempuan, yang tidak sedikit telah memberikan beban berlebih bagi perempuan, pengasuhan seharusnya menjadi urusan keluarga, baik laki-laki dan perempuan. Sehingga terdapat kemitraan di antara keduanya.

Pengasuhan yang tidak dibiasakan untuk berbagi, akan menimbulkan kesenjangan pemahaman pada kelompok laki-laki dalam perannya meningkatkan gizi keluarga, pola pengasuhan serta bagaimana menciptakan suasana kondusif keluarga baik secara psikologis maupun lingkungan fisik. 

Dilihat dari pengaruh ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender pada angka stunting, maka kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan dalam memerangi stunting menjadi suatu unsur penting yang perlu dikuatkan. 

“Paradigma ini harus melekat pada masyarakat dan pengambil kebijakan mulai dari akar rumput hingga tingkat nasional,” kata dia. 

Untuk itu, perlu ada cara pandang bahwa peran laki-laki dan perempuan adalah setara dalam rumah tangga baik dalam pengambilan keputusan, akses sumberdaya dan pengasuhan. 

Cara pandang yang setara akan mendorong saling mendukung suami dan istri dalam pengasuhan, akses gizi, pengembangan diri baik perempuan dan laki-laki, urusan sanitasi, dan lain sebagainya. 

Sisi lain, sebut dia,meningkatkan kemitraan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dan perkawinan anak oleh kelompok laki-laki dan perempuan.

Ketiga, partisipasi yang setara baik laki-laki dan perempuan dalam isu-isu gizi, kesehatan reproduksi, termasuk diantaranya masalah stunting

Sisi lain, sebut dia,meningkatkan kemitraan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dan perkawinan anak oleh kelompok laki-laki dan perempuan.

Ketiga, partisipasi yang setara baik laki-laki dan perempuan dalam isu-isu gizi, kesehatan reproduksi, termasuk diantaranya masalah stunting

Ketua Panitia kegiatan Mordc Putra M. Ratu Kore menyebut sosialisasi itu, untuk meningkatkan pengetahuan tentang pemberdayaan perempuan dan ketahanan keluarga.

Di samping itu, menambah pengetahuan keluarga pasangan usia subur tentang pentingnya pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan ketahanan keluarga.

“Meningkatkan kualitas keluarga melalui peningkatan pengetahuan dalam dimensi ketahanan keluarga,” tambah Putra M Ratu Kore. 

Kegiatan itu menyasar 60 orang, masing masing kelurahan terdiri dari 20 orang, terutama dari keluarga beresiko stunting.